Di ketika jejak-jejak kasih-sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mula tampak di halaman qalbu, awan mahabbah dan kabut cinta Allah sedang datang berarak di langit hati, petanda rahmat hidayah akan turun menyirami taman jiwa.

Tidak berselang-lama, akan tumbuh bersemi fitrah yang suci, hadir perasaan tunduk dan patuh kepada kebenaran, timbul motivasi dan semangat untuk melaksanakan kebaikan. Saat itulah kehidupan akan dirasa bererti dan kebahagiaan mampu diraih kembali.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (maksudnya):

“Dan orang-orang yang berjuang di jalan Kami, akan Kami beri mereka hidayah menuju jalan-jalan kebaikan.” (Surah Al-Ankabut, 29: 69)

Sekiranya ia dibiarkan begitu sahaja, tidak diolah dengan benar bahkan sering dilalaikan dan ditelantarkan, pasti ia berlalu dan meninggalkannya di dalam kesendirian menyebabkan ia harus menunggu dan menunggu pada sebuah penantian yang tidak berkesudahan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (maksudnya):

“Ketika mereka menyeleweng dari jalan kebenaran, kami selewengkan hati mereka.” (Surah Ash-Shaf, 61: 5)

Tiada pilihan lain bagi seorang hamba melainkan meneruskan pencarian dan memperkukuhkan keyakinan. Kerana bangun dari kelalaian merupakan langkah awal dari sebuah perjalanan menuju Shirathul Mustaqim. Jalan yang telah ditempuh oleh para Nabi dan Rasul, orang-orang Shiddiq, Syuhada, dan orang-orang yang Soleh. Dan itulah yang telah terdahulu dilalui dan ditempuh oleh Rasulullah dan para Sahabatnya.

Ber-agamalah dengan agamanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan berjalan di atas jejak-jejak jalan Salafush Sholeh. Itulah sebuah keselamatan. Bahkan sebuah kewajiban. Itulah sebenarnya hidayah yang hakiki. Allah berfirman (maksudnya):

“Sekiranya mereka beriman seperti mereka beriman, nescaya mereka memperolehi hidayah.” (Surah Al-Baqarah, 2: 137)