Judul: Perantara Terkabulnya Doa (Penjelasan Tentang Hakikat Tawassul) | Judul Asal (Arab): Shahih At-Tawassul Anwa’uhu wa Ahkaamuhu | Penulis: Disusun dari Rangkaian Ceramah Syaikh Al-Albani dan Syaikh Muhammad bin Soleh Al-‘Utsaimin rahimahumallah | Penyusun: Muhammad ‘Id Al-‘Abbasi Abu Laits Al-Atsari | Penterjemah: Fauzan Abadi | Penerbit: Akbar Media | Berat: 250g | Muka Surat: 268m/s. (Soft Cover) | Ukuran Buku: 21cm (tinggi) x 14.2cm (lebar) x 1.5cm (tebal) | ISBN: 979-9533-52-X
Akhir-akhir ini tampak muncul kembali amalan-amalan seperti memohon doa, meraih keberkatan, dan mencari-cari syafa’at kepada selain Allah dalam rangka mendapatkan hajat-hajat tertentu. Dan hal ini adalah termasuk bentuk-bentuk kesyirikan iaitu termasuk perbuatan mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah. Namun sebahagian mereka beralasan dengan mengatakan ianya hanyalah sekadar tawassul dan mencari syafaat?! Mereka menafikan perbuatan berdoa memohon hajat kepada selain Allah... walhal hakikatnya ...???
Setelah diteliti secara saksama, dapat kita perhatikan sampai-sampai ada Sang Habib terkenal dari kalangan penganut ajaran tarekat sufi tertentu berani mengatakan:
“Kesimpulannya saudaraku, meminta pada para wali Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak syirik, sama ada ia masih hidup atau telah wafat, kerana kita tidak meminta pada diri orang itu, kita meminta padanya kerana kesolehannya, kerana ia ulama, kerana ia orang yang dicintai Allah, maka hal ini tidak terlarang dalam syariah dengan dalil yang jelas.”
Dalam konteks sedikit berbeza (walaupun hakikatnya sama), terdapat segelintir umat Islam yang apabila berdoa, mereka menyeru (memohon) sama kepada Rasulullah, kepada ‘Abdul Qadir Jailani, kepada Ja‘far ash-Shadiq, kepada al-Baidhawi, kepada Hasan, kepada Husain, atau seumpamanya... seperti contohnya (mereka mengungkapkan dalam bait-bait doa mereka):
“Ya Allah, ya Rasulullah, bi barakati Sayyidi asy-Syaikh (dengan keberkatan tuan Syaikh) Ja’far ash-Shaadiq, bi barakati laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.”
“Berikanlah kami pertolongan ya Rasulullah... engkaulah pelindung kami...” (dan bait-bait doa permohonan yang seumpama)
Menurut mereka, ini dilakukan adalah dalam rangka tawassul, mencari barakah, dan berwasilah kepada para makhluk dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah agar doa-doa mereka segera diperkenankan. Dan hakikatnya, ini sama sahaja. Ia termasuk perbuatan memanjatkan doa kepada selain Allah di samping berdoa kepada Allah. Dan hal ini termasuk dalam bentuk-bentuk bid’ah lagi syirik.
Maka dalam hal ini, banyak sekali ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang melarangnya. Antaranya Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ
“Dan janganlah engkau menyeru (memohon) kepada selain Allah, iaitu apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepada engkau selain Allah. Kerana jika engkau melakukan (begitu), maka sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang zalim.” (Surah Yunus, 10: 106)
Dalam ayat yang lain:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepada engkau, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan untuk engkau, maka tidak ada yang dapat menolak kurniaan-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surah Yunus, 10: 107)
Setiap dari kita tentu selalu berharap doa yang dipanjatkan akan dikabulkan oleh Allah dan segala keinginan dalam kehidupan ini dapat dicapai. Namun tidak semua orang mengetahui perantara dan wasilah yang baik yang dapat mewujudkan semua itu. Apalagi tidak sedikit orang yang sudah gelap mata atau mungkin malah gelap hati (semoga Allah menjauhkan kita dari hal ini), mereka memanfaatkan segala perantara yang haram dalam mencapai segala cita-cita dan keinginannya. Ini seperti ada di antara mereka yang pergi mendatangi dukun, tukang ramal, mengambil berkah dari benda-benda didakwa keramat, berjumpa bomoh, pawang, berkunjung ke kuburan, menyeru nama-nama didakwa wali atau tokoh tertentu, dan mengunjungi tempat-tempat mistik lainnya dalam rangka tawassul meraih kedekatan kepada Allah.
Tanpa sedar mereka telah terjatuh ke dalam lubang kemusyrikan dan bid’ah yang terselubung. Tatkala dinasihati, mereka selalu beralasan, “Kami tidak menyembah mereka, tetapi apa yang kami lakukan ini adalah dalam rangka supaya mereka dapat menjadi wasilah mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Maka orang yang beriman kepada Allah akan berkata kepada mereka, “Panggillah mereka yang kamu anggap (Tuhan) selain Allah itu, mereka itu tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari dirimu dan tidak pula mampu memindahkannya.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan pelbagai bentuk perantara yang syar’i, yang memberikan kesan yang positif dalam kehidupan dan yang dapat membantu memperkenankan doa kita. Allah juga menjamin akan mengabulkan doa orang yang bertawassul (dengan cara yang benar), apabila syarat-syarat doa lainnya telah terpenuhi olehnya. Namun bagaimanakah kunci membuka pengetahuan kita terhadap semua hal ini. Apakah tawassul itu ada yang sunnah dan ada yang terlarang? Lalu, bagaimanakah tawassul yang benar dan disyari’atkan tersebut?
InsyaAllah sama-sama kita temui jawaban dan kupasannya di dalam buku ini.